Minggu, 28 Agustus 2011

Biji-biji burung Gereja

Di suatu lembah yang subur, sekelompok binatang hidup dengan aman dan nyaman. Mereka tidak pernah berkekurangan.

Lembah itu menyediakan semua yang dibutuhkan para hewan. Sumber mata air yang segar, pohon-pohon yang selalu berbuah tanpa mengenal musim. Semua hewan hidup dengan bahagia.

Suatu hari bertemulah seekor monyet dengan burung gereja yang sedang mematuk-matuk di tanah.

“ Apa yang sedang kau lakukan burung Gereja ?” Tanya Monyet.

Burung Gereja memandang Monyet dan berkata “ Aku sedang mengumpulkan biji-bijian “

Mendengar jawaban Burung Gereja, Monyet tertawa terbahak-bahak “Ha…ha..ha…., untuk apa kau mengumpulkan biji-biji itu, lihatlah di selilingmu, begitu banyak buah-buahan yang bisa kau makan, kenapa kau malah mengumpulkan sesuatu yang dibuang ?”

Tapi Burung Gereja tidak menghiraukan perkataan Monyet dan tetap mengumpulkan biji buah-buahan kemudian membawanya ke atas bukit.

Esok harinya, Monyet bertemu lagi dengan Burung Gereja, kali ini Monyet membawa buah apel di tangannya

“ Hai Burung Gereja, kau sedang mencari biji-bijian lagi ya ? pantas saja kau tidak bertambah besar, yang kau makan bijinya, bukan buahnya…ha.. ha…ha… “ Ejek Monyet

Burung Gereja hanya diam dan terus mengumpulkan biji- biji apel yang dibuang oleh Monyet.

Petani Yang Baik Hati

Di suatu desa, hiduplah seorang petani yang sudah tua. Petani ini hidup seorang diri dan sangat miskin, pakaiannya penuh dengan tambalan dan rumahnya terbuat dari gubuk kayu. Musim dingin sudah tiba, Pak Petani tidak punya makanan , juga tidak mempunyai kayu bakar untuk menghangatkan diri, jadi hari ini Pak Petani hendak pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan. Ketika keluar dari rumah, dilihatnya ada sebutir telur tergeletak diatas tanah bersalju.

Dengan hati-hati dipungutnya telur tersebut dan dibawanya ke dalam rumah. Pak Petani menyelimuti telur itu dengan kain lusuh dan meletakkannya di dalam kardus agar tetap hangat. Setelah itu dia pergi ke pasar untuk bekerja.

Asal Mula Rumah Siput

Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon .
Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,, tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur,
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru….
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang, aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini bersamaku ke manapun aku pergi.

Jumat, 26 Agustus 2011

Telaga Bidadari

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar. Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg rindang dengan buah-buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya. "Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang luar biasa," gumam Datu Awang Sukma.

Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma sedang meniup serulingnya, ia mendengar suara riuh rendah di telaga. Di sela-sela tumpukan batu yang bercelah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah telaga. Betapa terkejutnya Awang Sukma ketika melihat ada 7 orang gadis cantik sedang bermain air. "Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma. "Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu," gumam Datu Awang Sukma.

Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang masing-masing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya. "Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.

Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan ayam. "Apa kira-kira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu. Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Akhirnya Putri Bungsu membulatkan tekadnya untuk kembali ke kahyangan. "Kini saatnya aku harus kembali!," katanya dalam hati. Putri Bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayinya. Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu kepada Datu Awang Sukma." Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu.

Aladin & Lampu Ajaib



Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. "Kraak…" tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.

Kamis, 25 Agustus 2011

Anak Pipit dan Seekor Kera

Tersebutlah seekor kera yang tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian. Kera itu ditinggalkan kawan-kawannya karena ia sombong dan mementingkan diri sendiri. Dia menganggap pohon tempat tinggalnya itu miliknya sehingga kera-kera lain tidak diizinkan tinggal di sana. Tepian mandi itu pun dianggap miliknya.
Ada seekor itik yang selalu pergi ke tepian itu. Dia senang mandi sepuas-puasnya di tepian itu setelah selesai mencari makan dan kenyang perutnya.

Bawang Merah dan Bawang Putih

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Pangeran Katak

Pada suatu waktu, hidup seorang raja yang mempunyai beberapa anak gadis yang cantik, tetapi anak gadisnya yang paling bungsulahwww.balita-anda.com-frogprince1 yang paling cantik. Ia memiliki wajah yang sangat cantik dan selalu terlihat bercahaya. Ia bernama Mary. Di dekat istana raja terdapat hutan yang luas serta lebat dan di bawah satu pohon limau yang sudah tua ada sebuah sumur. Suatu hari yang panas, Putri Mary pergi bermain menuju hutan dan duduk di tepi pancuran yang airnya sangat dingin. Ketika sudah bosan sang Putri mengambil sebuah bola emas kemudian melemparkannya tinggi-tinggi lalu ia tangkap kembali. Bermain lempar bola adalah mainan kegemarannya.
Namun, suatu ketika bola emas sang putri tidak bisa ditangkapnya.